Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa pihaknya tengah melakukan persiapan pelaksanaan mandatori biodiesel 40% (B40) pada 2025. Hal tersebut menyusul permintaan dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat memberikan arahan pada rapat pimpinan (Rapim) di lingkungan Kementerian ESDM, Selasa (20/8/2024).
Eniya membeberkan selain meminta percepatan penyelesaian rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan (RUU EB-ET), Bahlil juga meminta agar pengembangan bioenergi dapat menjadi prioritas. Bahkan program mandatori biodiesel yang saat ini baru 35% (B35) ditargetkan dapat digenjot tidak hanya sebatas pada B50 tapi hingga B60.
“Bioenergi akan menjadi prioritas juga, kita lagi mempersiapkan B40 untuk mandatori ya. Mandatori nanti saya keluarkan Insya Allah ini sudah settle di 1 Januari 2025,” kata Eniya usai Rapim di Gedung Kementerian ESDM.
Menurut Eniya, untuk menuju ke B40 setidaknya terdapat beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh industri. Mulai dari mempersiapkan pelabuhannya, pengirimannya, dan logistik.
“Industri harus mempersiapkan ini, investasi akan butuh modal juga. Nah ini kita kasih waktu untuk persiapan sampai dengan Desember,” katanya.
Seperti diketahui, setelah sukses menjalankan program B30 yakni campuran antara 30% fatty acid methyl ester (FAME) dan 70% BBM jenis solar, pemerintah juga baru saja merilis program B35 pada 1 Februari 2023 dengan alokasi mencapai 13,15 juta Kilo Liter (KL).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, penerapan B35 ini selain menjadi angin segar bagi kemandirian sektor energi tanah air juga memiliki banyak manfaat atau keuntungan, salah satunya menghemat devisa sebesar US$ 10,75 miliar atau sekitar Rp 161 triliun pada 2023.
“Implementasi kebijakan B35 diharapkan dapat menghemat devisa sebesar US$ 10,75 miliar,” ujarnya dalam acara peluncuran B35 ‘Energy Corner Special B35 Implementation’ CNBC Indonesia, Selasa (31/01/2023).
Selain itu, program B35 juga dikatakannya dapat meningkatkan nilai tambah di industri hilir sawit sebesar Rp 16,76 triliun, dan juga mengurangi emisi gas rumah kaca tanah air sebesar 34,9 juta ton CO2.