PPN 12% di 2025, Sri Mulyani: Kami Bukan Membabi Buta

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam Konferensi Pers Hasil Penindakan Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan di Bidang Kepabeanan dan Cukai Dalam Mendukung Program Asta Cita Presiden Republik Indonesia di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu, Jakarta, Kamis (14/11/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% pada 2025 sudah melalui pembahasan yang panjang dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Semua indikator sudah dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

“Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannnya,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR, Rabu (13/11/2024)

Penerapan tarif baru sudah tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan kemudian menjadi 12% pada 2025.

Sri Mulyani berkomitmen agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan seksama, termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat mendapatkan penjelasan yang lebih komprehensif dan tidak menimbulkan kegaduhan.

Meskipun patut disadari, ekonomi Indonesia saat ini tengah mengalami tekanan, tercermin dari tingkat konsumsi masyarakat yang terus melambat hingga kuartal III-2024.

Tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 53,08%, hanya mampu tumbuh 4,91%, lebih rendah dari laju pertumbuhan kuartal II-2024 sebesar 4,93%.

Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mampu tumbuh 4,95%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II-2024 yang sebesar 5,11% maupun kuartal I-2024 yang tumbuh 5,05%, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).

“Saya setuju bahwa kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat. Artinya walaupun kita buat policy tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi atau perhatian pada sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, bahkan makanan pokok waktu itu debatnya panjang di sini,” tegasnya.

Menurut Sri Mulyani, di tengah keputusan kenaikan tarif PPN itu pemerintah tetap memberikan ruang keringanan pajak supaya daya beli masyarakat tidak tertekan, seperti banyaknya jenis barang atau jasa yang tidak dipungut pajak.

“Sebetulnya ada loh dan memang banyak kalau kita hitung teman-teman pajak yang hitung banyak sekali bisa sampaikan detail tentang fasilitas untuk dibebaskan atau mendapatkan tarif lebih rendah itu ada dalam aturan tersebut,” ungkap Sri Mulyani.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman menyebut meski industri makanan-minuman terus tumbuh, tapi keuntungan makin berat.

“Makin berat karena persaingan makin ketat, kenaikan-kenaikan harga bahan baku, energi, logistik, semua naik luar biasa di tengah-tengah persaingan ekonomi ini. Ini karena pengaruh global geopolitik, karena financing dan lain sebagainya,” kata Adhi kepada CNBC Indonesia usai Pameran SIAL Interfood di JI-Expo, Rabu (13/11/2024).

Ia pun berharap pemerintah bisa mengkaji ulang kembali rencana kenaikan PPN 12% karena dapat mengakibatkan industri kian terpukul. Apalagi daya beli masyarakat juga masih belum membaik hingga kini.

“Jadi kondisi seperti ini kita butuh konsolidasi agar industri makanan minuman bisa mencari alternatif bahan-bahan yang lebih positif, lebih efisien. Dan tentunya ini perlu didukung oleh pemerintah, karena kalau pemerintah tetap mau menaikkan PPN, pasti akan memukul sektor industri, khususnya industri makanan-minuman,” sebut Adhi.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) M. Faisal menilai tekanan yang dialami masyatakat tergambar pada pelemahan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

Melihat kondisi tersebut, Faisal menyarankan pemerintah untuk tidak membuat kebijakan yang kontraproduktif dengan keyakinan konsumen mengenai kondisi perekonomiannya ke depan. Dia mengatakan salah satu kebijakan yang bisa ditempuh adalah membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12%.

“Kalau kebijakan ke depannya tidak berusaha untuk membalikan keadaan ini, tapi justru memperparah, ini bisa semakin menekan konsumsi rumah tangga,” kata Faisal kepada CNBC Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*