Utang tentu menjadi kewajiban utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan sebelum mereka memenuhi kewajiban lain.
Sebut saja dalam situasi perusahaan yang hendak dilikuidasi, mereka harus membayar utangnya terlebih dahulu sebelum mengembalikan modal kepada pemegang saham.
Hal ini menunjukkan bahwa utang akan menjadi tanggung jawab yang tak bisa diabaikan. Wajar saja investor tentu harus berhati-hati dengan urusan yang satu ini.
Lantas apakah Anda sebagai investor harus menjauhi saham-saham perusahaan yang memiliki utang besar? Berikut penjelasannya
Mengetahui utang yang wajar
Sebelum memutuskan apakah sebuah emiten layak beli, sangat penting untuk memahami apa itu besaran utang. Apakah utang yang lebih dari Rp 1 triliun dinyatakan? Atau miliaran Rupiah pun bisa dianggap besar?
Pada intinya, besar kecilnya utang perusahaan tidak bisa diukur hanya dari nominalnya saja. Mungkin saja utang sebesar Rp 1 triliun bisa dianggap kecil bagi satu perusahaan, namun sangat besar bagi perusahaan lainnya.
Oleh karena itu, dalam menilai utang, Anda perlu memakai rasio utang berbanding ekuitas atau Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini membandingkan total utang perusahaan dengan modal yang dimiliki.
Umumnya, investor menetapkan DER sebesar 1 kali sebagai batas wajar utang perusahaan, yang berarti total utang dan modal berada dalam jumlah yang seimbang. Namun, sejumlah investor lain masih bisa mentolerir DER yang lebih tinggi, misalnya hingga 2 kali, jika kondisi operasional perusahaan masih mendukung.
Selain DER, rasio Gearing juga digunakan untuk menilai struktur modal perusahaan. Berbeda dengan DER yang membandingkan total utang dengan modal, Gearing ratio lebih fokus pada utang berbunga, seperti obligasi, pinjaman bank, dan utang berbunga lainnya.
Namun, perlu diingat bahwa perhitungan rasio-rasio ini hanya berlaku untuk perusahaan non-keuangan seperti perbankan, multifinance, asuransi dan lainnya. Di sektor keuangan, seperti perbankan utang justru berfungsi sebagai dana kelolaan dari pihak ketiga (seperti tabungan, giro, dan deposito), yang berbeda dari perusahaan non-bank yang menggunakan utang untuk belanja modal.
Apa efek utang ke kinerja perusahaan?
Tentunya, akan ada sejumlah dampak yang dapat dirasakan oleh perusahaan yang memiliki utang cukup besar.
Bisa jadi, perusahaan yang bersangkutan memiliki keterbatasan dalam operasional, karena prioritas utama mereka adalah menyelesaikan kewajiban utang.
Hal ini membuat perusahaan kurang fleksibel dalam melakukan manuver bisnis seperti ekspansi dan penetrasi pasar, yang pada akhirnya dapat membatasi potensi pertumbuhan.
Selain itu, konsekuensi lain dari adanya tumpukan utang adalah beban bunga yang harus dibayar sebagai imbalan atas modal yang dipinjam.
Beban bunga dapat mengurangi laba bersih perusahaan, karena sebagian pendapatan yang seharusnya bisa dinikmati sebagai keuntungan harus dialokasikan untuk biaya non-operasional, yaitu beban bunga.
Dan yang terakhir adalah, utang umumnya dibayangi oleh risiko gagal bayar. Semakin besar utang, semakin besar pula risiko gagal bayar.
Terlebih lagi, jika kondisi makro ekonomi dilanda ketidakpastian dan perusahaan mengalami penurunan pendapatan, maka risiko gagal bayar bisa semakin meningkat.
Efek positif Utang
Utang tentu menjadi alternatif yang baik untuk memaksimalkan daya ungkit perusahaan. Anggap saja, jika perusahaan ingin melakukan ekspansi dengan membangun pabrik baru, mereka mungkin memilih untuk menerbitkan obligasi daripada menggunakan kas perusahaan, yang mungkin terbatas atau lebih baik digunakan untuk kebutuhan operasional lainnya. Dengan demikian, perusahaan bisa menjalankan ekspansi tanpa mengganggu likuiditas.
Selain itu, meski utang bisa menurunkan laba perusahaan. Penurunan laba ini juga tentunya bisa mengurangi beban pajak, karena pajak perusahaan dihitung setelah seluruh beban operasional dan nonoperasional dikurangkan dari pendapatan usaha.
Namun, penting untuk diingat bahwa penilaian terhadap utang perusahaan tidak bisa disamaratakan antara satu perusahaan dengan yang lain, karena setiap perusahaan memiliki model bisnis, kondisi operasional, dan lingkungan yang berbeda.
Oleh karena itu, utang seharusnya tidak menjadi satu-satunya faktor dalam mengambil keputusan investasi; berbagai indikator lain juga perlu dipertimbangkan untuk membuat keputusan investasi yang optimal.
Tertarik mempelajari cara mencari saham di tengah kondisi makroekonomi yang penuh dengan ketidakpastian? Bergabunglah bersama kami di Kelas Cuan Stock Market Mastery: Cari Tahu Hubungan Makro Ekonomi dengan Pasar Saham.
Acara akan diselenggarakan secara online, di 31 Agustus 2024. Daftarkan diri Anda semua di sini.