Pekerja memanen gabah menggunakan mesin di Bagi, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Kamis (18/4/2024). Kementerian Pertanian memperkirakan potensi produksi beras nasional dari hasil panen raya Maret-April 2024 mencapai 8,46 juta ton. ANTARA FOTO/Siswowidodo/aww. (ANTARA FOTO/SISWOWIDODO)
Di tengah dinamika global yang penuh gejolak – dari konflik berkepanjangan, ketidakstabilan geopolitik, hingga dampak pandemi yang masih membayangi -, Indonesia memiliki peluang emas untuk mengukuhkan diri sebagai kekuatan baru di antara negara-negara middle power.
Peran ini tidak hanya strategis secara ekonomi, tetapi juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan di tengah dunia yang penuh ketidakpastian.
Ketidakpastian global menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi negara-negara yang mampu beradaptasi.
Bagi Indonesia, potensi besar yang dimilikinya, mulai dari sumber daya alam yang melimpah hingga populasi muda yang produktif adalah modal penting untuk bertransformasi menjadi kekuatan baru.
Namun, untuk mengubah potensi menjadi kekuatan nyata, diperlukan kebijakan yang tepat, implementasi yang konsisten, serta keberanian dalam membuat terobosan strategis.
Langkah pertama dalam membangun kekuatan Indonesia adalah mengokohkan ekonomi domestik. Untuk itu, pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama.
Infrastruktur yang kuat, baik fisik maupun digital, tidak hanya mendukung distribusi barang dan jasa tetapi juga menciptakan ekosistem investasi yang kondusif.
Menurut laporan Bank Dunia (2023), Indonesia masih membutuhkan investasi besar dalam pembangunan infrastruktur untuk mengejar negara-negara lain di Asia Tenggara, terutama di wilayah Indonesia Timur yang memiliki potensi ekonomi besar namun masih tertinggal secara akses.
Hilirisasi industri menjadi strategi yang tidak bisa ditawar. Sebagai contoh, Indonesia telah memulai langkah besar dengan melarang ekspor bahan mentah seperti nikel dan berfokus pada pengolahan menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa kebijakan hilirisasi ini mampu meningkatkan nilai tambah hingga 10 kali lipat dibandingkan ekspor bahan mentah.
Kebijakan serupa perlu diterapkan pada sektor lain, seperti bauksit, kelapa sawit, dan produk pertanian.
Namun, industrialisasi modern tidak bisa dilepaskan dari integrasi teknologi. Revolusi Industri 4.0, yang mengandalkan otomatisasi, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI), harus diimplementasikan secara luas.
Negara-negara seperti Vietnam dan Malaysia telah menunjukkan keberhasilan mereka dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam sektor industri. Indonesia tidak boleh tertinggal.
Peningkatan produktivitas dan efisiensi melalui teknologi akan memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar global. https://perfumista.net