Malaysia berencana untuk melayangkan nota protes kepada Pemerintah Filipina. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Alamin, dalam sebuah pernyataan, Kamis.
Melansir Reuters, hal ini terkait dengan undang-undang maritim baru Manila di Laut China Selatan (LCS). Penerapan undang-undang tersebut dirasa tumpang tindih dengan wilayah dari Kuala Lumpur.
Secara rinci, Alamin mengatakan pemerintah telah meninjau dokumen referensi yang terkait dengan undang-undang Filipina. Ditemukan bahwa dokumen tersebut menyentuh klaim terhadap negara bagian Sabah di Pulau Kalimantan.
“Kami akan mengirimkan nota protes hari ini untuk menunjukkan komitmen kami dalam membela hak kedaulatan Sabah dan kedaulatan negara kami,” kata Alamin kepada parlemen, dikutip Jumat (15/11/2024).
Protes ini sendiri akan menyusul keluhan juga dari China atas Undang-Undang Zona Maritim Filipina dan Undang-Undang Alur Laut Kepulauan. Manila sendiri membuat UU itu guna memperkuat klaim maritimnya dan memperkuat integritas teritorialnya.
Perlu diketahui LCS menjadi titik panas antara negara-negara Asia Tenggara dan juga China. Lautan ini merupakan jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia dengan beberapa negara terletak di bibir lautan itu seperti Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Lautan itu diyakini sebagai lautan yang kaya hasil alam, terutama migas dan ikan. Pada tahun 2023, Survei Geologi AS melaporkan LCS mungkin mengandung hingga 9,2 miliar barel minyak bumi dan cairan lain yang belum dimanfaatkan. Selain itu, ditemukan juga potensi hingga 216 triliun kaki kubik gas alam.
Khusus China, negeri Presiden Xi Jinping itu bersikukuh mengklaim sekitar 90% dari lautan itu dalam apa yang disebut sebagai ‘sembilan garis putus-putus’ dimana mencakup area seluas sekitar 3,5 juta kilometer persegi (1,4 juta mil persegi). Bahkan, China dilaporkan telah membangun kota seluas 800 ribu mil persegi di Kepulauan Paracel bernama Shansa.