
Keluarga Mahasiswa Magister Ilmu Hukum (KMMIH) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan pembahasan segera untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset itu sudah sangat mendesak.
“Indonesia perlu memiliki instrumen hukum yang lebih kuat untuk melawan praktik korupsi, pencucian uang, serta berbagai kejahatan ekonomi yang merugikan keuangan negara. Salah satu instrumen penting yang hingga kini masih tertunda adalah RUU Perampasan Aset,” ujar Presiden KMMIH UGM Kampus Jakarta Razikin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Oleh karena itu, dirinya mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera membahas RUU itu.
Menurutnya, RUU Perampasan Aset bukan hanya untuk menghukum pelaku, melainkan lebih utama guna mengembalikan aset hasil kejahatan kepada negara dan masyarakat.
Selama ini meskipun banyak kasus korupsi diproses hingga putusan pengadilan, lanjut dia, pengembalian kerugian negara masih minim karena hukum positif yang berlaku belum memberi ruang optimal bagi mekanisme non-conviction based confiscation (perampasan aset tanpa menunggu vonis pidana).
Razikin menegaskan pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset dapat ditinjau dari berbagai dasar hukum. Pertama, Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menegaskan Indonesia merupakan negara hukum, menuntut adanya perangkat hukum yang efektif untuk memastikan keadilan substantif, termasuk pemulihan kerugian negara akibat kejahatan luar biasa seperti korupsi.
Dasar hukum kedua, lanjutnya, yakni Pasal 23 UUD 1945 yang menegaskan pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara bertanggung jawab dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.