Harga emas pada perdagangan pekan ini terpantau bergairah, meski sepanjang lima hari perdagangan di pekan ini cenderung terlihat volatil karena terpengaruh oleh sentimen dari Amerika Serikat (AS) dan ketegangan di Timur Tengah.
Pada pekan ini, harga emas dunia melesat 1,01% secara point-to-point. Sementara pada perdagangan Jumat (26/10/2024) kemarin, harga emas ditutup menguat 0,44% di posisi US$ 2.747,69 per troy ons.
Pada pekan ini, sejatinya pergerakan emas global volatil, di mana pada perdagangan Selasa lalu, harga emas sempat kembali mencetak rekor tertinggi barunya di US$ 2.748,38. Namun sehari kemudian, Rabu, harga emas global langsung anjlok ke US$ 2.717,54.
Kenaikan harga emas terhenti pada Rabu lalu terjadi setelah karena dolar AS yang lebih kuat dan kenaikan imbal hasil (yield) Treasury AS mengimbangi dukungan dari permintaan safe haven terkait dengan pemilu Presiden AS pada 5 November dan perang Timur Tengah.
Indeks dolar AS sempat terbang ke 104,431 pada perdagangan Rabu lalu. Indeks terbang ke level tertinggi sejak akhir Juli 2024 atau hampir empat bulan terakhir. Sementara itu, yield US Treasury tenor 10 tahun juga sempat melesat ke 4,21% atau tertinggi sejak 26 Juli 2024 pada Rabu lalu.
Penguatan dolar AS dan yield US Treasury berdampak negatif ke emas. Pembelian emas dikonversi ke dolar sehingga kenaikan dolar AS membuat emas menjadi makin mahal untuk dibeli sehingga mengurangi pembelian.
Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury membuat emas kurang menarik.
Namun di akhir pekan ini, harga emas kembali rebound hingga nyaris menyentuh kembali rekor tertingginya, meski dolar AS dan yield Treasury masih cukup perkasa.
Selain karena perkasanya dolar AS dan US Treasury, volatilnya emas global pada pekan ini juga disinyalir oleh huru-hara di AS terkait kontestasi pemilihan umum dan ketegangan di Timur Tengah.
Pada Rabu lalu, Wakil Presiden AS dari Partai Demokrat Kamala Harris unggul tipis 46% berbanding 43% atas mantan Presiden dari Partai Republik Donald Trump, menurut jajak pendapat Reuters.
“Peluang kemenangan yang semakin menyempit antara kandidat presiden dari Partai Demokrat dan Republik ketika Kamala Harris mengambil alih sebagai calon dari Partai Demokrat, telah menciptakan ketidakpastian hasil, yang telah mendukung emas,” ujar analis di BNP Paribas dalam sebuah catatan.
Dengan pemilihan presiden AS yang tinggal dua minggu lagi, mantan Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden Kamala Harris terjebak dalam pertempuran sengit untuk memenangkan beberapa negara bagian yang lebih kompetitif.
Sementara itu, ratusan penduduk Beirut meninggalkan rumah mereka saat Israel bersiap menyerang lokasi yang terkait dengan operasi keuangan Hizbullah, yang memperburuk kekhawatiran akan eskalasi konflik.