Ketegangan antara Israel dan PBB kembali memuncak dengan serangkaian serangan terhadap posisi Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL). Serangan ini menambah panjang sejarah hubungan yang sulit antara Israel dan PBB sejak berdirinya Israel pada 1948.
UNIFIL melaporkan bahwa posisi mereka telah diserang 12 kali oleh Israel, termasuk penggunaan fosfor putih, zat lilin yang terbakar pada suhu tinggi dan dikecam oleh kelompok hak asasi manusia.
UNIFIL mengonfirmasi adanya kerusakan di properti mereka dan insiden ini berawal sejak Israel melakukan serangan ke wilayah Lebanon pada 1 Oktober.
“Sejak [angkatan bersenjata Israel] mulai menyerang Lebanon, UNIFIL telah mencatat sekitar 25 insiden yang menyebabkan kerusakan di properti atau fasilitas kami,” ujar juru bicara UNIFIL, dilansir Al Jazeera, Sabtu (26/10/2024).
Lima penjaga perdamaian terluka dalam tiga insiden berbeda, sementara 15 lainnya mengalami gejala kesehatan setelah terpapar asap yang dilepaskan oleh IDF pada 13 Oktober di Ramyah. Namun, tanpa fasilitas uji, UNIFIL belum dapat mengidentifikasi kandungan asap tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Hizbullah menggunakan UNIFIL sebagai “perisai manusia.” Selain itu, Menteri Energi Israel Eli Cohen menyebut PBB sebagai “organisasi gagal” dan UNIFIL sebagai “kekuatan tak berguna”.
UNIFIL menegaskan kehadiran mereka di Lebanon berdasarkan mandat PBB untuk menegakkan Garis Biru yang memisahkan Lebanon dari Israel dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki.
Sejak Netanyahu dan Partai Likudnya berkuasa pada 2009, konfrontasi antara Israel dan PBB makin sering terjadi, terutama dengan kehadiran faksi-faksi sayap kanan dan ultra-ortodoks di pemerintahan Israel yang menantang legitimasi PBB.
Di tengah-tengah ketegangan ini, sebuah rancangan undang-undang sedang dibahas di parlemen Israel untuk melarang UNRWA, badan bantuan terbesar di Gaza yang sedang menghadapi krisis akut. Pengamat yakin bahwa undang-undang ini kemungkinan besar akan lolos.
Menambah ketegangan, kantor Netanyahu Selasa lalu mengeluarkan pernyataan bahwa “Israel didirikan melalui kemenangan dalam Perang Kemerdekaan,” menolak fakta sejarah bahwa Israel didirikan dengan dukungan PBB pada 1948.
Selain itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dilarang masuk ke Israel karena dianggap gagal mengutuk serangan rudal Iran ke Israel pada Oktober.
Dalam analisisnya, pengamat asal Tel Aviv, Nimrod Flaschenberg, menyebut bahwa PBB memiliki makna penting bagi masyarakat Israel sebagai bagian dari memori kolektif bahwa negara tersebut didirikan oleh piagam PBB pada 1948. Namun, dia menyebutkan bahwa upaya delegitimasi terhadap PBB telah berlangsung dalam beberapa dekade terakhir, terutama dengan adanya persepsi bahwa PBB sering kali mengkritik Israel.
“Obsesi Dewan HAM PBB terhadap Israel/Palestina memang tidak dapat dipungkiri,” jelas Flaschenberg. Hal ini membuat kritikus Israel merasa mudah untuk menuduh PBB bersikap anti-Semit.”