Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi emas dan perhiasan mencapai 35,82% secara tahunan (year on year/yoy) pada Oktober 2024. Kenaikan ini sejalan dengan meroketnya harga emas internasional.
Dari data Refinitiv, emas yang secara tradisional dianggap sebagai lindung nilai selama ketidakstabilan geopolitik telah melonjak 35% tahun ini.
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A. Widyasanti mengungkapkan kenaikan emas secara historis terus meningkat dalam satu tahun terakhir. Sejak 2020 hingga 2024, emas sebenarnya pernah mencetak inflasi tertinggi pada Agustus 2020.
“Di mana waktu itu di bulan Agustus 2020 sempat mengalami inflasi yang tinggi, lebih tinggi dari pada inflasi emas pada Oktober 2024,” kata Amalia dalam rilis data BPS, Jumat (1/11/2024).
“Kalau Bapak dan Ibu lihat tentunya perkembangan inflasi komoditas emas perhiasan ini mengikuti iramanya perkembangan harga emas dunia,” tambah Amalia.
Perkembangan harga di pasar dunia ini, menurut Amalia, sangat cepat ditransmisikan ke harga emas domestik. Hal ini tentunya karena perdagangan di Tanah Air mengacu pada pasar internasional sehingga kenaikannya terjadi secara instan.
Pada akhir Oktober, harga emas mencapai rekor tertinggi karena ketidakpastian seputar pemilihan presiden AS mendorong permintaan aset safe-haven, dengan para pedagang juga menantikan data ekonomi untuk mendapatkan petunjuk mengenai arah kebijakan Federal Reserve.
Berdasarkan data Refinitiv pada awal perdagangan Kamis (31/10/2024) harga emas di pasar spot tercatat US$2.787,14 per troy ons atau menguat 0,04% dari posisi kemarin. Sementara pada perdagangan Rabu (30/10/2024) emas menguat 0,4% ke US$2.786,19 per troy ons.