Bank Dunia membeberkan data dan prospek ekonomi terbaru wilayah Asia Pasifik-Timur. Hal ini dibeberkan langsung oleh Kepala Ekonom Bank Dunia Asia Pasifik-Timur, Aaditya Mattoo, dalam rilis Prospek Ekonomi Asia Pasifik, Kamis (10/10/2024).
Dalam paparannya, Mattoo mengatakan bahwa pihaknya menemukan bahwa konsumsi rumah tangga di Asia mengalami ketertinggalan pascapandemi Covid-19. Ia menyebut sejumlah negara seperti Myanmar, Thailand, Mongolia, justru yang sangat tertinggal dalam konsumsinya.
“Salah satu alasannya adalah bahwa pengeluaran rumah tangga telah mendukung pertumbuhan dan tumbuh cepat pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi sekarang melambat pada saat yang sama, investasi, yang meningkatkan kapasitas produksi ekonomi,” ucapnya.
Meski begitu, ia melihat ada pengecualian dalam kasus Malaysia dan Vietnam. Di dua negara, perkembangan konsumsi rumah tangga justru berbanding terbalik dengan investasi yang ada.
“Jadi ada pengecualian. Pengeluaran rumah tangga relatif kuat saat ini di Malaysia, tetapi investasi di sana lemah, di Vietnam saat ini, ada kebangkitan dalam investasi,” tuturnya.
Secara makro, Bank Dunia memperkirakan di tahun 2024 tingkat pertumbuhan mencapai 4,8% di wilayah Asia Pasifik-Timur. Kemudian, pertumbuhan diproyeksikan akan melambat sedikit menjadi 4,4% pada tahun 2025.
“Jadi, gambaran keseluruhannya menunjukkan tren positif. Dalam kebanyakan kasus, PDB kita berada pada level yang jauh lebih tinggi dari sebelum pandemi,” kata Wakil Presiden Bank Dunia Asia Pasifik-Timur, Manuela Ferro.
Untuk kasus Indonesia, Bank Dunia menyoroti bahwa RI merupakan salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya tidak mengalami perlambatan signifikan.
“Namun, pertumbuhan di sebagian besar negara saat ini, kecuali, katakanlah, Indonesia, lebih lambat daripada sebelum pandemi. Pertumbuhan yang melambat ini memiliki implikasi, yaitu selain dari dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat, seberapa cepat kawasan ini dapat mencapai pendapatan yang lebih tinggi,” tutur Kepala Ekonomi Mattoo lagi.