
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada hari Rabu (9/4/2025) untuk menggenjot ekspor senjata militer. Hal ini terjadi setelah kinerja ekspor senjata terganggu oleh rumitnya peninjauan yang dilakukan kongres.
Mengutip Reuters, Ajudan Gedung Putih Will Scharf mengatakan saat ini AS tidak dapat menyediakan sistem persenjataan dengan cara yang andal dan efektif kepada sekutu utama. Ia menuding pendorong utamanya adalah inefisiensi dan inkonsistensi dengan proses persetujuan penjualan militer asing.
“Jadi perintah eksekutif ini akan mengarahkan Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, departemen dan lembaga terkait lainnya, untuk mengerjakan ulang sistem penjualan pertahanan asing kami guna memastikan bahwa kami dapat menyediakan peralatan yang menciptakan lapangan kerja bagi Amerika dan tentu saja memberikan pendapatan bagi produsen pertahanan Amerika, tetapi menyediakan peralatan militer utama kepada sekutu utama kami dengan cara yang andal dan efektif,” katanya.
Trump juga menandatangani perintah pada hari Rabu untuk meluncurkan tinjauan umum program pengadaan di Departemen Pertahanan. Scharf menyebut dengan perintah eksekutif ini, AS akan memodernisasi struktur pengadaan yang digunakan Departemen Pertahanan agar dapat beradaptasi lebih cepat dengan keadaan yang berubah di seluruh dunia.
“Dan kami juga akan meluncurkan tinjauan atas program pengadaan yang ada untuk memastikan bahwa kami mendapatkan nilai yang sepadan dengan uang yang dikeluarkan, untuk memastikan bahwa kami mendapatkan sistem terbaik di lapangan,” tuturnya.
Reuters melaporkan pada tanggal 1 April bahwa Trump berencana untuk mengeluarkan perintah yang akan melonggarkan aturan yang mengatur ekspor peralatan militer, mirip dengan undang-undang yang diusulkan oleh Michael Waltz, penasihat keamanan nasionalnya, tahun lalu ketika ia menjadi anggota DPR dari Partai Republik. Perintah tersebut dapat meningkatkan penjualan untuk kontraktor pertahanan besar AS seperti Lockheed Martin, RTX, dan Boeing.
Saat ini, Undang-Undang Pengawasan Ekspor Senjata AS memberi Kongres hak untuk meninjau ekspor senjata ke negara lain, tergantung pada seberapa dekat negara tersebut sebagai sekutu dan besarnya penjualan yang direncanakan.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump sering mengungkapkan rasafrustrasinya dengan anggota Kongres yang menunda penjualan senjata asing karena masalah hak asasi manusia atau masalah lainnya. Pada tahun 2019, ia membuat marah banyak anggota parlemen dengan mengumumkan keadaan darurat nasional karena ketegangan dengan Iran, yang akhirnya dapat menyelesaikan penjualan senjata senilai lebih dari US$ 8 miliar (Rp 134 triliun) ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yordania.
Saat itu, anggota Kongres telah memblokir penjualan peralatan militer ke Arab Saudi dan UEA selama berbulan-bulan, karena marah atas jatuhnya korban sipil dari operasi udara mereka di Yaman, serta pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Turki.