Amerika Serikat (AS) akan mengirim pasokan persenjataan baru untuk Ukraina senilai US$725 juta atau sekitar Rp11,5 triliun. Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken.
Dalam sebuah pernyataan yang dikutip Selasa (3/12/2024), Blinken mengatakan bantuan tersebut akan mencakup rudal Stinger, amunisi untuk Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS), pesawat nirawak, dan ranjau darat, serta persenjataan lainnya.
“Amerika Serikat dan lebih dari 50 negara bersatu untuk memastikan Ukraina memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri dari agresi Rusia,” kata pernyataan Blinken, seperti dikutip Reuters.
Ini merupakan pertama kalinya dalam beberapa dekade AS mengekspor ranjau darat, yang penggunaannya kontroversial karena berpotensi membahayakan warga sipil.
Meskipun lebih dari 160 negara telah menandatangani perjanjian yang melarang penggunaan ranjau darat, Kyiv telah memintanya sejak Rusia melancarkan invasi skala penuh pada awal tahun 2022, dan pasukan Rusia telah menggunakannya di garis depan.
Ranjau darat yang akan dikirim ke Ukraina bersifat “non-persisten”, dengan sistem tenaga yang hanya bertahan dalam waktu singkat, sehingga perangkatnya tidak mematikan. Ini berarti bahwa – tidak seperti ranjau darat yang lebih lama – ranjau darat tidak akan mengancam warga sipil tanpa batas waktu.
Pekan lalu, media sempat melaporkan bahwa pemerintahan Biden berencana untuk menyediakan peralatan, sebagian besar berupa senjata antitank, untuk menangkal pasukan penyerang Rusia.
Pengumuman tersebut menandai peningkatan tajam dalam ukuran dari penggunaan terbaru Biden atas apa yang disebut Otoritas Penarikan Presiden (PDA), yang memungkinkan AS untuk menarik dari stok senjata saat ini untuk membantu sekutu dalam keadaan darurat.
Pengumuman PDA baru-baru ini biasanya berkisar antara US$125 juta hingga US$250 juta. Biden diperkirakan memiliki US$4 miliar hingga US$5 miliar dalam PDA yang telah disahkan oleh Kongres, yang diharapkan akan digunakannya untuk Ukraina sebelum Presiden terpilih dari Partai Republik Donald Trump menjabat pada tanggal 20 Januari.
Pasukan Moskow sebelumnya telah merebut desa demi desa di timur Ukraina, sebagai bagian dari upaya untuk merebut kawasan industri Donbas, sementara serangan udara Rusia menargetkan jaringan listrik Ukraina yang lumpuh saat musim dingin tiba.