
Ratusan satelit Starlink milik Elon Musk jatuh dari orbit. Satelit yang diluncurkan oleh SpaceX tersebut “rontok” terhempas amukan Matahari.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Denny Oliveira dari NASA Goddard Space Flight Center melakukan analisis atas hubungan antara aktivitas Matahari dengan satelit Starlink yang lepas dari orbit.
Peneliti menemukan hubungan yang erat antara jumlah satelit yang terhempas dari orbit dengan peningkatan aktivitas Matahari dari 2020 hingga 2024.
“Kami berhasil menunjukkan bahwa aktivitas di siklus surya saat ini, berdampak signfikan terhadap jatuhnya Starlink,” kata Oliveira. “Ini adalah momen yang penting dalam penelitian pergeseran orbit satelit, karena jumlah satelit di orbit Bumi rendah [LEO] dan aktiitas surya adalah yang paling tinggi dalam sejarah.”
Siklus surya adalah siklus fluktuasi aktivitas Matahari yang tiap periodenya berlangsung selama 11 tahun. Aktivitas tersebut terkait dengan pembalikan gaya magnetik di kutub Matahari.
Dampak yang paling besar dari fluktuasi ini adalah munculnya bintik matahari, suar matahari, dan letupan massa korona yang terus meningkat menjelang periode solar maximum (saat kedua kutub bertukar).
Di Bumi, dampak peningkatan aktivitas Matahari tampak dari aurora yang makin meluas. Aurora terbentuk oleh partikel Matahari yang jatuh ke atmosfer Bumi.
Dampak lain di atmosfer Bumi adalah peningkatan suhu. Kenaikan suhu atmosfer Bumi tidak terlihat dari permukaan. Namun, peristiwa ini cukup signifikan sehingga meningkatkan gesekan antara satelit dengan atmosfer di orbit Bumi rendah. Hasilnya, satelit-satelit di orbit rendah tak bisa mempertahankan lintasannya.
Starlink, anak usaha SpaceX yang dipimpin oleh Elon Musk, adalah pemilik satelit terbanyak di orbit rendah. SpaceX telah meluncurkan 8.873 unit satelit Starlink, sebanyak 7.669 masih beroperasi.
“Kami menggunakan data orbit Starlink untuk melakukan analisis kecepatan dan ketinggian untuk mengidentifikasi dampak dari badai yang intensitasnya berubah-ubah,” tulis para peneliti.
SpaceX meluncurkan Starlink untuk pertama kalinya pada 2019 dan satelit Starlink pertama jatuh ke Bumi terjadi pada 2020. Pada awalnya, satelit Starlink yang kembali ke Bumi (reentries) sangat sedikit.
Hanya ada 2 satelit Starlink yang jatuh pada 2020. Kemudian, bertambah menjadi 78 pada 2021, 99 pada 2022, dan 88 pada 2023. Namun, jumlah satelit yang jatuh ke Bumi melonjak menjadi 316 satelit pada 2024.
Peneliti kemudian mengelompokkan peristiwa satelit jatuh dengan kondisi geomagnetik pada saat yang sama. Sekitar 72 persen dari peristiwa jatuhnya satelit terjadi pada saat kondisi geomagnetik lemah. Menurut para peneliti, fenomena ini adalah hasil dari dampak kumulatif gesekan di tengah peningkatan aktivitas Matahari.
Artinya, satelit tidak terhempas dalam satu kali badai Matahari. Namun, kemampuan mereka bertahan di lintasan orbit sedikit demi sedikit berkurang. Di sisi lain, satelit yang jatuh di tengah kondisi geomagnetik sangata kuat jatuh lebih cepat dibanding satelit yang jatuh di periode yang lemah.
Oliveira dan tim ingin agar hasil penelitian mereka digunakan untuk merancang strategi mengurangi dampak badai matahari ke kemampuan satelit bertahan di orbit.