“Pansus ada boleh, tetapi kemudian jangan dipakai untuk gerakan-gerakan politik misalnya dalam proses transisi pemerintahan,” kata Mahfut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Hal tersebut dia sampaikan menyusul adanya sejumlah dugaan atau kecurigaan bahwa keberadaan Pansus Haji mengarah pada tujuan politis. Kecurigaan itu dapat muncul karena keberadaan Pansus Haji berdekatan dengan transisi pemerintahan.
“Terlepas benar atau tidak, itu silakan dibuktikan di proses hukum nanti. Setidaknya, jangan bikin gaduh dalam hal narasi haji karena orang Indonesia itu selalu bahagia setelah pulang haji,” ujar Mahfut menambahkan.
Tanggapan tersebut, dia sampaikan acara Dialog Publik Menelaah Kebijakan Inovasi Haji 2024 digelar PB HMI di Asrama Haji Yogyakarta, Sabtu (27/7).
Terkait dengan penyelenggaraan haji 2024, Mahfut menilai pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) telah memberikan pelayanan yang lebih baik kepada jamaah.
“Kalau seandainya kita berbicara fakta, tentu pesan kita kepada Kementerian Agama (Kemenag) yaitu teruslah memberikan pelayanan baik dalam hal haji, yang sudah baik ini ditambahi lagi,” ujar dia.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7), menyetujui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Pengawasan Haji.
Pembentukan pansus itu beserta komposisi keanggotaannya sudah sesuai dengan tata tertib yang berlaku, yang mana Anggota Pansus terdiri dari Fraksi PDI Perjuangan (tujuh orang), Partai Golkar (4), Partai Gerindra (4), Partai NasDem (3), Partai Demokrat (3), PKS (3), PAN (2), dan PPP (1).
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar, saat itu, mengatakan bahwa Pansus Angket Haji akan bekerja secepatnya, termasuk bekerja saat masa reses.
Mengutip CNBC International, ketika Jay Chaudhry menjual perusahaan pertamanya senilai US$ 70 juta, dia tidak terlalu fokus pada kekayaannya sendiri, namun lebih fokus bagaimana hal tersebut dapat mengubah puluhan karyawannya menjadi jutawan.
Chaudhry saat ini dikenal sebagai pendiri dan CEO Zscaler, sebuah perusahaan keamanan siber berbasis komputasi awan yang bernilai sekitar US$ 28 miliar.
Perjalanan Chaudhry dimulai pada tahun 1998. Saat itu Ia adalah seorang pengusaha pemula yang menjual startup yang Ia bangun bersama istrinya, Jyoti. Perusahaan tersebut bernama SecureIT, Ia menjualnya kepada VeriSign dalam sebuah kesepakatan jual-beli saham dan mendapatkan untung besar.
“Hampir dua tahun setelah kesepakatan itu ditutup, ketika harga saham VeriSign melonjak, lebih dari 70 dari 80 karyawan SecureIT, di atas kertas menjadi jutawan,” kata Chaudhry kepada CNBC Make It.
“Orang-orang menjadi gila di perusahaan, karena mereka tidak pernah memikirkan uang sebanyak itu,” katanya.
“Banyak dari mereka membeli rumah baru. Mereka membeli mobil baru. Saya kenal seorang pria, dia mengambil cuti enam bulan, menyewa [rumah mobil] dan berkeliling negeri. Mereka bisa melakukan apa yang ingin mereka lakukan,” ungkapnya.
Antara waktu akuisisi hingga Februari 2000, saham VeriSign meroket lebih dari 2.300%, ditutup pada harga tertinggi US$ 253 per lembar saham, dibantu oleh dua kali pemecahan saham dan gelembung sementara untuk saham-saham teknologi.
Gelembung tersebut pecah pada tahun itu, dan saham VeriSign kehilangan sekitar 75% dari titik tertinggi tersebut pada akhir tahun 2000, hingga akhirnya merosot ke titik terendah hampir US$ 4 pada tahun 2002.
Chaudhry mengingat nasihat dari Jim Bidzos, ketua VeriSign saat itu, tentang apa yang harus dilakukan dengan sahamnya, yaitu jual sebagian saham sedikit demi sedikit secara teratur.
“Strategi ini membantu Chaudhry meraup keuntungan dari melonjaknya saham VeriSign sebelum pasar jatuh,” katanya.
Karyawan SecureIT yang mempertahankan saham VeriSign mereka kemungkinan besar mendapat imbalan dari kesabaran mereka karena sahamnya ditutup pada harga US$ 254 per saham pada Januari 2021. Adapun harga ini berada di kisaran US$ 175 per saham.
Chaudhry mengaku, Ia tidak tahu kapan mantan karyawannya menguangkan saham mereka sendiri. Ketika dia meninggalkan VeriSign pada akhir tahun 1999, mantan karyawannya mengadakan pesta untuknya.
Menurutnya, Ia benar-benar memahami dampak keputusan untuk menjual SecureIT terhadap para karyawan tersebut.
“Saya pulang ke rumah malam itu dan melihat spreadsheet semua opsi [saham] yang mereka miliki, dan mengalikannya dengan harga saham VeriSign. Saat itulah saya menyadari bahwa hitungannya adalah sekitar 70 atau 80 jutawan, dengan opsi saham,” kata Chaudhry. “Itu sangat mengesankan.”
Apa yang dialami oleh para karyawannya membuat perbedaan. Chaudhry sendiri sudah memiliki cukup uang untuk merasa bahagia dengan Ia dan istrinya memiliki rumah kelas menengah yang bagus pada waktu itu meskipun tidak memiliki mobil mewah atau cicilan mewah.
Dia bangga terhadap kemampuannya untuk memberikan begitu banyak saham kepada para karyawan berkat pendekatan bootstrap-nya. Chaudhry dan istrinya mendanai SecureIT sendiri, mengosongkan tabungan mereka yang berjumlah sekitar US$ 500.000, alih-alih mencari investor dari luar.
“Hal ini memberi keleluasaan lebih banyak ekuitas di perusahaan untuk didistribusikan. Menurutnya hal ini bagus, karena para karyawanlah yang membuat perbedaan – mereka [bekerja] siang dan malam,” katanya.
Kisah ini mengingatkan kita pada miliarder lainnya, Mark Cuban, yang baru-baru ini mencatat bahwa Ia membagikan bonus kepada karyawan setelah menjual Broadcast.com kepada Yahoo senilai US$5,7 miliar pada tahun 1999.
“Tindakan tersebut mengubah ratusan karyawannya menjadi jutawan instan,” kata Cuban.
“Cuban telah memberikan bonus kepada karyawan di setiap perusahaan yang telah dijualnya, dimulai dengan akuisisi CompuServe atas perusahaan perangkat lunak MicroSolutions pada tahun 1990,”katanya kepada CNBC Make It bulan lalu.
Keuntungan tersebut termasuk penjualan saham mayoritasnya di HDNet, yang sekarang dikenal sebagai AXS TV, pada tahun 2019 dan Dallas Mavericks dari NBA tahun lalu, tulisnya di platform media sosial X.
“Dan hanya HDNet yang mengalami PHK setelah penjualan,” tambah Cuban.